Satu diantara
Peringatan Allah Swt
Dari sekian banyak peringatan Allah kepada hamba-Nya,
salah satu diantaranya adalah peringatan akan sikap orang-orang Yahudi dan
Nasrani terhadap Muslim yang disampaikan-Nya melalui surat Al-Baqarah ayat 120:
“Wa lan
tardaa ‘ankal-Yahuudu wa lan-Nasaaraa hattaa tattabi’a millatahum, qul inna
hudallaahi huwal-hudaa, wa la’init-taba’ta ahwaa’ahum ba’dal-lazii jaa’akaminal-‘ilmi
maa laka minallaahi miw waliyyiw wa laa nasiir”, yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti ‘
millah’ mereka. Katakanlah: sesungguh nya petunjuk Allah, itulah petunjuk yang benar; dan sesungguhnya jika
kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepada kamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Demikian
pula sabda Rasulullah s.a.w: “ Kamu akan mengikuti
jalan orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta
demi sehasta, bahkan bila mereka masuk ke dalam lubang biawak pun, akan
mengikutinya. Aku bertanya: ’Apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani ?’ Rasul menjawab: Siapa lagi selain mereka”
(HR.Bukhari).
Memang dalam perjalanan
sejarah, upaya yang tak henti-hentinya dengan berbagai cara dan methode terus
digulirkan. Sejak terjadinya Revolusi Industri di Eropa, yang berlangsung
secara luar biasa dan memberikan dampak sangat besar terhadap kekuatan
negara-negara Eropa tersebut, kaum Muslimin terhenyak dan mengalami kebimbangan
dalam menyikapi revolusi tersebut. Dalam keadaan bimbang dan bingung, dan
seiring pula dengan perkembangan kapitalisme yang mendasarkan Teori Evolusi dari Darwin dan Malthus yang
menyatakan bahwa kelas-kelas dalam Masyarakat itu perlu ada;
perlu ada perang, sehingga perlu ada yang menjajah dan yang dijajah, maka tak
ayal lagi bertambah luaslah jangkauan penjajahan atas blok timur (Islam) oleh blok
barat. Lebih lanjut Malthus mengatakan
bahwa perkembangan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan makan. Untuk
mengembangkan dua hal tersebut, perlu ada perang; kelaparan dan bencana, dan kemudian terjadilah kekejaman dan kelaliman
antara lain di Benggala yang diciptakan dalam bentuk bencana kelaparan yang
cukup hebat.
Di pihak lain, kehancuran
Turki Utsmani, ditandai dengan naiknya ’boneka Yahudi’ Kemal Attaturk ke puncak kekuasaan pada tahun 1924. Kepemimpinan
Attaturk menjadi ’lonceng kematian’ bagi lahirnya kembali payung umat Islam yang bernama khilafah untuk
membela kepentingan dunia Islam. Kehancuran ini telah membuat dunia Islam
kehilangan jati diri dan kekuasaan dimata dunia. Orang-orang Yahudi dengan
bantuan organisasi Salibis Internasional dan negara-negara kolonialis Barat terus-menerus menyebar permusuhan dan
rasa kebencian terhadap umat Islam. Hingga saat ini, dalam usianya yang kurang
lebih 1500 tahun, Islam masih tetap disalah-pahami oleh Dunia,
terutama Barat, lebih dari agama-agama lainnya.
Kesalah-pahaman yang
menyebabkan tertanamnya kebencian itu telah ada sejak disinformasi tentang
Islam dan kaum muslim oleh Paus Urbanus V, yang hingga saat ini masih membekas
di benak orang-orang Nasrani. Hal tersebut dapat kita lihat dari pernyataan
Perdana Menteri Italia Berlusconi di depan publik di Roma beberapa hari setelah
peristiwa 11 September 2001 yang antara lain: “Islam
adalah ajaran yang kurang beradab dan kedudukannya di bawah agama Kristen yang
telah mampu mendorong demokrasi dan kesejahteraan di dunia”. Ditambahkannya, “Peradaban Barat lebih superior, karena menjamin penghormatan pada
hak-hak azazi manusia, hak politik, dan hak beragama. Barat harus yakin akan
superioritas peradabannya. Barat harus
mampu menaklukkan orang Islam seperti halnya mereka menaklukkan komunisme”. Itu pula sebabnya mengapa ketika Turki modern mengajukan permohonan
untuk masuk sebagai negara anggota Uni Eropa, kanselir Helmuth Kohl dari Jerman
berujar, “Kita tidak dapat membayangkan ada sebuah negara Islam menjadi anggota
dalam suatu federasi Eropa, Eropa adalah Kristen, dan akan tetap menjadi
Kristen”.
Demikianlah sekelumit
ilustrasi, atas apa yang telah diperingatkan Allah swt maupun Rasulullah terhadap umat Islam sejak sekian abad yang
lalu. Namun apa gerangan yang membuat masyarakat Barat begitu geram dan cemas
terhadap Islam dibandingkan dengan peradaban yang lain ?. Ada beberapa
penyebabnya, antara lain :
Motif Dendam
Perang melawan ’bajak laut’ diabad ke 19 dan perang membasmi ’terorisme Internasional’ diabad ke 21, mempunyai latar-belakang berdasarkan keinginan
balas-dendam dialam bawah sadar masyarakat Barat, yang mengalami trauma sebagai
dampak dari kegagalan bangsa-bangsa Kristen Eropa dalam Perang Salib, serta
ketakutan kepada ancaman kekuatan Islam yang pernah menghantui bangsa-bangsa
Eropa untuk masa yang cukup lama.
Motif Ekonomi
Menurut Paul Johnson, seorang
sejarawan sayap-kanan Inggris, penaklukan kaum imperialis Barat terhadap
negara-negara Islam pada abad ke 19 tidak ada kaitan dengan seruan ’pembasmian-perompakan di laut’, tetapi merupakan
pertarungan negara-negara kapitalis guna memperkuat posisi tawar mereka dalam
persaingan global untuk meraih laba, pasar, dan sumber-sumber daya alam, sama
halnya seperti ’perang membasmi terorisme’ dewasa ini, yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang serupa. Kalau dahulu motifnya adalah
rempah-rempah dan emas, maka sekarang beralih ke minyak.
Motif Hegemoni
Pembasmian terorisme dan
pencegahan akumulasi senjata-senjata pembunuh massal yang ada di tangan ’negara-negara yang tidak bertanggung jawab’
kini menjadi acuan dalam mendefinisikan kepentingan nasional Amerika. Ancaman ’If you’re not with us, you’re against us’ cukup membuat negara-negara lain (Muslim) ketakutan dengan
akibat-akibat berupa sanksi ekonomi, politik, dan militer.
Ketiga motif tersebut
diataslah yang lazim mereka sebut dengan semangat ’Gold, Glory, dan Gospel’. Semangat inilah yang semakin
menjadikan Barat ingin tetap menguasai dunia, khususnya Amerika yang telah
mengklaim dirinya sebagai ’globo-cop’ (polisi dunia), yang mulai memobilisasi dukungan internasional dalam
kampanye ’perang menumpas terorisme’.
Lalu bagaimana halnya dengan
posisi umat Islam serta bagaimana menyikapi keadaan yang berkembang saat ini ?
POSISI
UMAT ISLAM
Setelah melampaui masa
kejayaannya, hingga kini, belum ada generasi muslim yang mampu membangkitkan
dan menata kembali puing-puing sejarah umat Islam. Islam memang menjadi salah
satu agama yang mempunyai jumlah
penganut terbesar di dunia. Namun, jika dilihat posisi dan
kondisi sosial ekonomi dan politik, nasib umat Islam masih sangat
memperihatinkan. Di bidang ekonomi mereka mempunyai ’income per capita’ yang rendah, apalagi di bidang teknologi.
United Nation Development
Programme (UNDP) pada tahun 2001
menerbitkan suatu laporan tentang ’Technology Achievement
Index’. Dalam laporan tersebut, tidak ada satu negara pun yang berpenduduk
mayoritas Muslim yang masuk kelompok pertama (leaders). Hanya Malaysia saja
yang masuk dalam kelompok kedua (potential
leaders), selebihnya termasuk Indonesia masuk kelompok ketiga (dynamic
adopters) dan kelompok keempat
(marginalized). Negara-negara muslim, utamanya yang tergabung dalam
Organisasi Konprensi Islam (OKI), hampir tidak mempunyai ‘bargaining position’(posisi tawar) yang kuat dan memadai
menghadapi kekuatan hegemoni Barat (AS)
dan Zionis. Posisi umat Islam sebagaimana yang digambarkan Nabi saw, bagaikan ’buih di lautan’.
Pertanyaannya, mengapa semua
ini bisa terjadi ?. Semua ini berawal dari tidak bersenyawanya umat Islam
dengan Islam yang menjadi keyakinannya. Allah, dalam surat Ali Imran: 28, telah
memperingatkan , “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mukmin”.
Namun, justru kaum Muslimin saat ini mengambil ajaran
dan ideologi orang kafir sebagai pedoman hidupnya, mengais-ngais harta pinjaman
darinya, bahkan menyerahkan segala urusan kaum Muslimin pada mereka. Padahal
Allah telah mempe-ringatkan pula dalam lanjutan ayat yang sama, “Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah”.
BAGAIMANA
SIKAP KITA ?
Memang harus kita akui, dan
sebenarnya tidak bisa dihindari adanya kebutuhan akan pembaruan pemikiran dalam
dunia Islam, terlebih lagi dalam era globalisasi. Tapi pembaruan tidak boleh
dilakukan dengan memaksakan unsur luar terhadap Islam, melainkan harus muncul
dari dalam diri Islam itu sendiri.
Langkah apa yang harus diambil oleh dunia Islam dan umat Islam dalam menghadapi
ancaman
‘global hegemony’ yang terkemas dalam suatu ‘grand strategy’? Tidak lain; pertama, komitmen kaum muslimin untuk
berpegang teguh pada agama yang mereka anut, sebagaimana telah diperingatkan
Allah melalui surat Az-Zukhruf ayat 43, dan sejalan dengan itu melalui lanjutan
surat Al-Baqarah ayat 120 sebagaimana tersebut diatas , Allah telah
mengingatkan kita “
qul inna hudaa Allaahi huwa al-huda” yang artinya: ‘Katakanlah
: sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang
benar’. Petunjuk
Allah tidak lain adalah Kitabullah. Untuk itu marilah kita kembali kepada
Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai pedoman / petunjuk jalan hidup kita, baik
dalam tataran keluarga; bermasyarakat; maupun berbangsa. Bila kita mengabaikannya, maka dalam lanjutan ayat yang sama, Allah
telah berjanji:
“Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan
datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong bagimu”.
Kedua, memperkuat
‘ukhuwwah Islamiyyah‘. Satu dan lain karena
kekuatan umat terletak pada kekuatannya sebagai jamaah baik pada lingkup
nasional maupun global,secara vertikal maupun horizontal. Ukhuwwah Islamiyyah
menuntut adanya ‘mutual-trust’
(saling percaya atas dasar kesetiaan kepada amanah)
antara komponen dan antar-komunitas Islam. Untuk itu upaya membangun ‘ukhuwwah Islamiyyah’ menuntut hadirnya pemerintahan yang
bersih, kuat dan berwibawa. Insya’Allah..!!
Al-Qur’an adalah merupakan peringatan bagi umat manusia agar tetap berada pada
jalan yang diridhoi-Nya. Dikatakan peringatan, karena hal-hal yang terdapat
dalam kandungan al-Qur’an, sebenarnya bagi orang-orang yang telah mengetahui, kiranya masih
perlu selalu diingatkan secara berulang-ulang akan hal-hal yang sebenarnya
telah diketahui. Satu dan lain, karena bagi orang yang sudah mengetahui dan
bila kemudian menolak atau mengingkari, maka yang bersangkutan termasuk orang
yang kafir
(QS. Ali-Imran : 100). Wassalaam....!!!
==@==
Oleh
: Chairullah Idris | 18/12/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar