Sabtu, 16 Februari 2013

AYAT-AYAT YANG MENJELASKAN (Qadha & Qadar)

AYAT-AYAT YANG MENJELASKAN
         (Qadha & Qadar)
    
   “ Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan, dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus ’’ (QS. An-Nur:46),

   Rukun iman, mula pertama dipresentasikan oleh Nabi Muhammad Saw kira-kira antara tahun 622-624 Masehi di hadapan para sahabatnya di Masjid Madinah (Yatsrib). Kehidupan para sahabat Nabi terutama yang menghayati ketika Rukun Iman itu dipresentasikan dan dinyatakan oleh beliau sebagai intisari ajaran agama Islam (disamping Rukun Islam) yang tercantum dalam Al-Qur’an, maka mereka menjalani hidupnya sesuai dengan tuntunan tersebut dalam arti yang seluas penghayatan mereka. Adapun Rukun Iman yang dipresentasikan tersebut mencakup 6 (enam) perkara masing-masing : Beriman kepada Allah, Rasul-RasulNya, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitaNya, Hari kemudian, serta Qadha & Qadar.
        Yang menarik untuk dikupas dalam kesempatan ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar penetapan unsur-unsur Rukun Iman tersebut sbb: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi;... “(QS. Al-Baqarah:177). “Barang siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan Hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa:136).
       Dalam bukunya berjudul Sejarah Hidup Muhammad, Husain Heikal dalam salah satu bab memaparkan pandangan dari Washington Irving atas kandungan ayat-ayat tersebut diatas. Orientalis berkebangsaan Amerika tersebut dalam abad ke-19 telah menulis buku tentang sejarah hidup Nabi. Dalam buku itu dibentangkan sejarah Nabi itu dengan kemampuan retorika yang cukup besar sehingga tidak sedikit bagian-bagian yang dapat memikat hati para pembacanya. Disamping kemampuanya itu, kadang terlihat juga kejujurannya, tapi kadang tampak pula ketidak-tolerannya dan juga penuh prasangka. Buku tersebut disudahi dengan sebuah penutup yang menjelaskan pokok-pokok ajaran rukun Islam, serta apa yang dikiranya sumber-sumber yang berdasarkan sejarah yang telah dijadikan landasan ajaran itu, didahului dengan soal keimanan kepada Tuhan, kepada para Malaikat, Kitab-kitab, para Rasul dan Hari kemudian.
       Lebih lanjut ia mengatakan, Rukun keenam dan terakhir adalah Jabariah. Paham Jabariah ini berpendapat bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan perbuatannya, sehingga manusia tidak dapat berbuat lain dari pada sudah ditakdirkan Tuhan. Paham ini sering disamakan dengan ‘Fatalisma’ dan ‘predestination’. Kebalikan dari paham tersebut diatas adalah Qadariyah yang berpendapat bahwa Tuhan hanya menciptakan manusia tapi tidak menciptakan perbuatannya. Kedua aliran paham ini timbul sekitar abad ke-8 Masehi.
       Pada bagian lain, yang bersangkutan menguraikan bahwa menurut Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah:177), rukun Iman ada lima, yang keenam, yaitu Jabariah tidak ada. Paham ini menurutnya didasarkan kepada hadis, yang menurut beberapa ahli,  sanadnya tidak begitu kuat dan dianggap bertentangan dengan Al-Qur’an.
       Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa disamping terlihat adanya kejujuran, tapi kadang tampak pula Irving tidak toleran dan penuh prasangka, dan hal inilah yang menjadi kewajiban kita sebagai muslim untuk menjelaskan dan meluruskan pendapat atau kajian-kajian yang didasari oleh maksud-maksud terselubung, yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan pendapat dan tak jarang mengarah pada perpecahan.
        Mengungkap makna, kandungan, dan hikmah Al-Qur’an, sungguh merupakan suatu pekerjaaan yang tidak mudah. Menyampaikan ‘pesan Allah’ yang merupakan Dzat Yang Tak Terbatas ke dalam pemahaman manusia yang terbatas ini tidak saja memerlukan suatu kearifan, ilmu, ketulusan hati, dan kebersihan jiwa, tetapi lebih dari itu, menuntut adanya ‘kedekatan’ jiwa antara mahluk dengan Khalik-Nya. Meski begitu, tidak berarti bahwa upaya tersebut harus terhenti. Terbukti, bahwa sejak dulu hingga sekarang, upaya penafsiran Al-Qur’an masih terus berlangsung.
        Telah berabad-abad Al-Qur’an ditafsir ditengah peradaban dan pergaulan umat manusia. Selama sejarahnya yang panjang itu ia telah berperan sebagai unsur utama pembentukan kepribadian ajaran Islam. Al-Qur’an berkedudukan sebagai Kitab Suci, yang merupakan sumber utama rujukan segala hal yang bersangkut paut dengan kepercayaan, peribadatan, pedoman moral, perilaku individual dan sosial-kemasyarakatan. Kitab Suci ini juga menjadi sumber ilham dan rujukan karya-karya sastra besar dan telah memberi inspirasi bagi pertumbuhan ilmu-ilmu Islam. Pemeluk agama Islam meyakini benar bahwa kalam Ilahi ini merupakan mukjizat abadi penutup kerasulan dan kenabian. Jika kita hendak mengetahui wajah, watak dan hakikat ajaran Islam yang asli, maka kita harus menatap kepada Kitab Suci ini, menyimaknya secara mendalam dan menghikmatinya.
        Dalam eskatologi Islam terdapat ramalan, prediksi, atau lebih tepatnya, Janji Allah, bahwa Dia akan memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda atau ayat-ayatNya yang ada pada seluruh horizon dan dalam diri manusia sendiri, sehingga akan jelas bagi manusia bahwa Dia adalah benar.
        Kembali pada konteks Qadha & Qadar, Rasululah Saw pernah bersabda: “sesungguhnya seorang manusia mulai diciptakan di dalam perut ibunya setelah proses selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah 40 hari berikutnya, lalu menjadi segumpal daging setelah 40 hari berikutnya, setelah itu Allah Azza wa jalla mengutus seorang malaikat untuk menghembuskan roh ke dalam dirinya dan diperintah dengan empat ketentuan: Rezekinya, Ajalnya, Amalnya, serta Celaka dan bahagianya” (HR. Bukhari-Muslim-Abu Dawud-at Tirmizi-Ibnu Majah).
        Kuat dugaan, atas fakta catatan sejarah yang ada, mengindikasikan adanya perbedaan pendapat antara umat Islam sendiri mengenai pemahaman atas Qadha & Qadar yang timbul sekitar abad ke-8 Masehi, dengan mendasarkan masing-masing pada QS. Al-Baqarah: 177 & An-Nisa: 136 serta Hadis Shahih tersebut diatas. Sehingga karena rumit dan kompleksnya masalah ini, maka telah memecah umat Islam ke dalam 4(empat) golongan (Firqah) yang nampaknya sulit untuk didamaikan. Menurut Bey Arifin dalam bukunya berjudul ‘Mengenal Tuhan’ keempat golongan tersebut, masing-masing Qadariyah,  Jabariah,  Mu’tazilah dan Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
*  Golongan Qadariyah, menolak paham tentang Qadha & Qadar, dan berpendirian bahwa semua tindak-tanduk dan tingkah laku serta perbuatan yang baik maupun yang buruk, semua itu adalah sepenuhnya atas kemauan dan perbuatan manusia sendiri. Dengan pendirian ini, mereka bermaksud untuk membersihkan Tuhan dari perbuatan yang tak baik dan kejam.
* Golongan Jabariah, adalah kebalikan dari pendirian golongan Qadariyah. Mereka berpendapat bahwa semua tindak-tanduk manusia serta perbuatan baik maupun buruk yang dilakukan manusia, adalah Qadha & Qadar Tuhan, dan juga berasal dari Tuhan. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak lemah, namun mereka sudah terlanjur mengadreskan semua kesalahan dan kejahatan yang dilakukan manusia menjadi kesalahan Allah semata, dan Tuhanlah yang menentukannya.
*  Golongan Mu’tazilah, berpendirian bahwa semua perbuatan yang jahat dan tidak baik adalah sepenuhnya dari ikhtiar manusia, bukan karena Qadha & Qadar Tuhan. Namun semua perbuatan manusia yang baik dan bermanfaat, adalah atas Qudrat dan Iradat Tuhan.
*  Golongan Ahlu Sunnah Wal Jamaah, yaitu golongan yang selalu mendasarkan pendapat dan pendirian kepada Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Mereka tidak menetapkan sesuatu semata-mata dengan akal dan pikiran sendiri, tetapi harus berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Golongan ini menolak sekeras-kerasnya akan paham dari golongan Qadaryah, Jabariyah dan Mu’tazilah. Mereka tidak mengingkari akan ikhtiar dari manusia, bahkan berpendapat semua perbuatan manusia adalah dari Allah dan juga dari ikhtiar manusia sendiri. Meskipun ajaran tentang takdir (Qadha & Qadar) tidak secara tersurat ada dalam QS. 2 : 177 & 4 : 136, namun pendapat yang menyatakan bahwa rukun Iman yang ke- enam tersebut berasal dari hadis serta bertentangan dengan Al-Qur’an adalah kurang beralasan, karena berdasarkan surat: An-Nur  ayat : 46, Allah telah menegaskan bahwa Dia telah Menurunkan ayat-ayat yang Menjelaskan, Dan kiranya kita berkenan untuk sepakat bahwa yang dimaksudkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan tersebut diantaranya adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan Kekuasaan dan KehendakNya terhadap hamba-Nya atas rezeki/nikmat, ajal/kematian, amal perbuatan, serta celaka dan bahagia sbb :
Rezeki/Nikmat
       Meski rezeki/nikmat telah ditetapkan sesuai kehendakNya, namun Allah masih berkenan dan berkehendak untuk melapangkan dan menyempitkan, serta mengubah dan melebihkan rezeki-Nya tergantung kemampuan/upaya hamba-hamba-Nya. (lihat/baca: QS. Al-Anfal: 53;  Ar-Ra’d:11;  Saba’: 39;  An-Nahl :71;  Al-Ankabut : 62;  Az-Zumar : 52 ;  Ar-Rum : 37).
Ajal/Kematian
      Dalam proses penciptaan manusia, ditetapkanlah ajal (kematiannya) yang tidak dapat dirubah-rubah waktunya. Tidak ada suatu umat-pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak pula dapat mengundurkanya. (lihat/baca: QS. Al-a’raf: 34;  Ali-Imran: 145;  Al-An’am : 2;  Al-Mu’minum: 43;  Yunus: 49;  Al-Hijr: 5;  Al-Munafiqun: 11;  Al-Mu’min: 67).
Amal Perbuatan
        Amal perbuatan manusia telah ditetapkan Allah pada saat pertama diciptakan, apabila manusia ingin selalu memperoleh kebenaran-Nya tiadalah ragu-ragu terhadapNya dan AgamaNya. Dalam perjalanannya, jiwa/roh-pun dapat diilhami ketakwaan maupun kefasikan (liha/baca: QS. Al-Isra’: 13;  Al-Baqarah: 147 & 169;  AS-Syams: 7-8).
Celaka/Bahagia
       Takdir baik dan buruk, berencana maupun rahmat pada prinsipnya datang dari Allah. Bila kita beriman dan bertakwa serta mohon perlindunganNya maka kemudaratan apapun akan dapat dicegah/dihilangkanNya. Bencana/musibah yang akan ditimpakan Allah, semata-mata agar umatNya beriman kepada-Nya (lihat/baca QS. At-Taubah: 51;  Al-Ahzab: 17;  Ar-Rum: 36; At-Taghabun:11; Al-An’am: 17;  Ali-Imran: 166;  Al-Hadid: 22; Asy- Syura: 30;  An-Nahl: 53).
        Dari uraian, serta pemaparan ayat-ayat tersebut diatas, kiranya dapat dipetik makna bahwa, hanya ajal / kematianlah dari takdir Allah (Qadha & Qadar) yang tidak dapat di tawar-tawar. Sifatnya mutlak dan absolut. Sedangkan selainnya seperti rezeki, amal perbuatan, serta celaka / bahagia disamping telah ditentukan oleh Allah, juga masih dimungkinkan kepada manusia untuk berikhtiar/berusaha meningkatkan, baik upaya kehidupan duniawi maupun peningkatan iman, taqwa dan amal saleh yang selalu diiringi do’a dan taubat kepada Allah Swt. Semoga kita selalu dibukakan pintu hidayah serta memperoleh taufik-Nya untuk menatap kepada Kitab Suci Al-Qur’an ini, dengan menyimak dan memahami secara mendalam serta menghikmatinya untuk kemudian diamalkan / diaplikasikan dalam kehidupan keseharian kita. Dan semoga pula dari kajian ini kita dapat mulai menghindari adanya perbedaan pendapat khususnya pemahaman atas Qadha & Qadar dengan berpegang pada Firman Allah sbb: “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS.An-Nisa: 59). Amien....!!!  Wassalam..

                                                                        ==@==

Tidak ada komentar:

Posting Komentar