Selasa, 07 Januari 2014

Kembali kepada Al-Qur’an



Kembali kepada Al-Qur’an
    
    Semboyan Kembali kepada Al-Quran sudah banyak didengungkan orang, semua sepakat, itulah formula yang akan dapat mengangkat umat Islam dari ketertinggalannya, dan mengantarkan mereka kepada suatu kebangkitan kembali yang didambakan. Tapi, sudahkah umat Islam mengenal Kitab suci ini ? Atau sudah benarkah pengenalannya selama ini ? Tanpa pengenalan yang benar, semboyan itu tidak akan punya arti apa-apa dan tidak akan membawa kita kemana-mana.
    Al-Quran adalah wahyu dari Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantaraan Malaikat Jibril dan selanjutnya untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia guna dijadikan petunjuk/pedoman dalam menempuh jalan kehidupan yang di-ridhoi Allah, yakni jalan yang lurus.
    Sebagai Kitab Allah, Al-Quran menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam. Dan diawal kelahirannya, umat Islam sangat komitmen dengan Al-Quran. Mereka bukan hanya menjunjung tinggi kitab Ilahi ini, namun mereka mampu bersenyawa dan meng-aplikasikannya dalam keseharian. Dan, hasil yang dicapai sungguh sangat optimal, mereka sanggup mencapai suatu batasan yang agung di mata dunia dan dalam berbagai lapangan kehidupan.
    Namun, generasi pelanjutnya semakin kemari kian surut. Umat Islam sudah jauh dari Al-Quran. Al-Quran pun tinggal tulisan yang dihias warna-warni yang tak dipahami pesan-pesannya untuk membangun pranata hidup dan peradaban. Akibatnya, muncullah berbagai penyakit yang membuat keropos bangunan Islam. Mulai dari perpecahan, syubhat, khianat, ketidakadilan, ketidakjujuran, salah urus, kemiskinan, runtuhnya nilai etika dan estetika, beribadah salah kaprah, keterbelakangan dan penyakit kronis lainnya. Nasib umat Islam di berbagai belahan dunia sama; mereka dilecehkan…. dihinakan…. dinomorduakan... bahkan, ... diluluhlantakkan!         
     Lalu apa solusinya ? Tidak lain harus kembali kepada Al-Quran dan memahaminya secara integral, menyeluruh dan sistematis, sebagaimana telah difirmankan Allah Swt melalui 2 (dua) ayat-Nya masing-masing terjemahannya sbb:
* “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (QS. An-Nahl : 44).
* Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang didalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya ? (Q.S. Anbiya : 10).
    
     Dari kedua ayat tersebut diatas, jelas bagi kita, bahwa telah diperintahkan kepada umat manusia untuk dapat memahami isi Al-Quran dengan cara memikirkan, mempelajari, serta menggali kandungan ayat-ayat Ilahi tersebut guna dijadikan pedoman dan petunjuk bagi siapa saja yang menghendaki kemuliaan. Dan sekaligus mengaplikasikannya dalam keseharian, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa yang mencakup segala aspek kehidupan manusia (ekonomi, politik, , seni, budaya, dan pendidikan).
    Namun disinilah letak persoalan yang kita hadapi, dimana Islam sebagai ‘Agama Masjid’ senantiasa survive. Kendati, dalam tatanan bermasyarakat dan berbangsa, Islam terus terombang-ambing, mengalami kemunduran dan terpojokkan. Di Republik ini, sejak awal masa kemerdekaan, oleh The founding father kita telah mulai dicanangkan, dimana Negara Republik Indonesia akan dijadikan negara modern, melalui upaya ‘sekularisasi dan pembaratan masyarakat Islam’. Hal ini sangat terinspirasi oleh rekan seperjuangannya Kemal At Tatturk yang baru saja memperoleh kemerdekaan Turki, dan juga telah berhasil menerapkan program modernisasi di Negaranya. Dan kenyataannya saat ini, masyarakat Indonesia sudah berhasil dengan sempurna memisahkan kehidupan beragama dari kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dan yang lebih menakjubkan lagi, masyarakat Indonesia telah berhasil pula menjadi lebih Barat dari bangsa Barat-nya sendiri. Ironis memang, di  yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam dan memperoleh kemerdekaan melalui gema suara takbir, namun  spiritual tidak dijadikan bahan pertimbangan sebagai dasar pemikiran dalam pengelolaan suatu masyarakat bangsa. Apakah gerangan penyebab tertolaknya upaya tersebut ? Allahhu alam!  Namun paling tidak kami mencatat adanya beberapa  penyebab, baik dari intern umat Islam sendiri maupun dari fihak ekstern, antara lain:
- Dampak masa penjajahan     
      Snouck Hurgronje, yang merupakan peletak dasar kebijaksanaan  Belanda mengenai Islam di Indonesia telah berupaya agar Islam hanya menjadi Agama masjid, artinya agama sebagai ibadah kepada Tuhan semata. Akibatnya, kita hanya sujud kepada Allah Swt di masjid, tetapi diluar masjid kita menjadi pelaku maksiat yang ulung. Kebijaksanaan yang melatarbelakangi politik netral-agama itu diajukan karena Snouck Hurgronje melihat bahwa musuh pemerintah Hindia Belanda itu bukanlah Islam sebagai agama, melainkan Islam sebagai kekuatan atau doktrin politik.                                                                          
- Pengaruh aliran politik dalam Islam       
     Masalah-masalah politik dalam Islam pada mulanya berpangkal dari masalah  penentuan pengganti Nabi Muhammad Saw dalam urusan  dan agama. Dalam kaitan ini kemudian muncul beberapa aliran politik dalam Islam, yaitu khawarij, suni, dan syiah. Aliran khawarij dan syiah menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan kehidupan bernegara. Keduanya berpendirian bahwa Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan bernegara. Sementara aliran suni berpendirian bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan . Nabi Muhammad Saw, sebagaimana rasul-rasul sebelumnya, hanya berfungsi sebagai rasul, tidak sebagai kepala . Penduduk muslim Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, dan pada umumnya mereka penganut Ahlusunah waljamaah (suni), bermazhab terutama Mazhab Syafii.
- Pengaruh Pendidikan barat
     Para Intelektual Muslim yang telah terkontaminasi oleh adigium yang mengatakan: Berikan apa yang menjadi milik Kaisar kepada Kaisar dan apa yang menjadi milik Tuhan kepada Tuhan. Sedangkan, filsafat Islam menegaskan bahwa Kaisar dan apa yang menjadi miliknya adalah milik Allah Swt. Dan apa yang ada di muka bumi dan alam jagat raya ini merupakan milik-Nya jua. Islam adalah agama universal yang mengatur segala sendi kehidupan manusia, yang mencakup akidah, ibadah, dan syariah serta menetapkan prinsip-prinsip dasar yang menghasilkan syariah-syariah yang mengatur kehidupan individu, keluarga, kondisi dan situasi  masyarakat, dan relasi-relasi alam secara konstruktif.
- Propaganda Sekularisme
     Dalam memposisikan agama ke dalam filsafat politik sekuler, ada perbedaan pendapat, diantaranya ada model sekuler Barat liberal yang menempatkan agama bukan sebagai sesuatu yang tabu, tetapi juga bukan  mendasar terhadap kebijakan . Urusan  dijalankan secara terpisah dari pertimbangan agama. Di Inggris misalnya, Kristen Anglikan menjadi agama  dan raja atau ratu dianggap sebagai kepala Gereja Anglikan. Meski demikian, agama tidak berperan dalam urusan . Di -negara Barat lain, kurang lebih mengambil sikap yang sama. Negara tetap independen dari gereja, dan  merupakan dua domain yang sama sekali berbeda dan tidak saling mencampuri. Sampai batas tertentu, model Barat ini lebih dekat dengan filsafat politik sekuler. Dengan propaganda inilah masyarakat Indonesia cenderung mengikuti perkembangan segala sesuatu yang berasal dari Barat, termasuk perkembangan kehidupan beragama.
     Dari -unsur tersebut diataslah, sejak berdirinya Republik ini kehidupan bermasyarakat dan berbangsa kita sudah mulai terpisah dari kehidupan beragama. Semakin jauh kita mengayuh biduk kenegaraan, semakin jauh pula tertinggalnya kehidupan keagamaan kita. Sehingga apapun yang kita perbuat, hasil yang kita peroleh adalah jauh dari apa yang kita harapkan, langkah apapun yang diambil akan menimbulkan huru-hara, saling curiga, saling tuduh, saling fitnah, saling hujat, bahkan saling bunuh dan pada akhirnya bermuara pada kerusuhan / kehancuran. Kisah umat-umat terdahulu yang dipaparkan Al-Quran seharusnya dapat diambil contoh. Kaum Saba, Tsamud, Ad, Kanan, Bani Israil dan Abu Jahal, termasuk serangkaian sosok sejarah yang menjadi bukti secara alamiah bahwa mengingkari kebenaran akan berakhir dengan keterpurukan. Allah telah menegaskan : Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir, zalim dan fasik (QS Al-Maidah: 44,45, dan 47). Menurut ayat tersebut, orang yang enggan berhukum menurut  Allah disebabkan oleh tiga hal ; karena tidak percaya (kufur), berdasarkan hawa nafsu dan nalar (logic) yang justru menganiaya / membohongi diri sendiri (zalim), dan mempercayai kebenaran sebatas lip-service dan retorika belaka (fasik).
    Para pakar tafsir menyebutkan bahwa yang diturunkan Allah itu ada tiga : Al-Quran, Sunnah, dan akal. Dua yang pertama wahyu, dan yang terakhir fitrah. Hadis Muadz bin Jabal yang terkenal itu mengisaratkan agar kita mendahulukan Al-Quran, Sunnah, kemudian ijtihad. Mendahulukan nalar (logic) dengan segala keterbatasannya hanya berujung jalan buntu. Wahyu menggariskan bahwa Islam menyelaraskan ajarannya sesuai dengan fitrah dan akal manusia.
    Sebagai agama fitrah, Islam tidak hanya menyatakan ajarannya rasional, tetapi juga sangat spiritual (intuitif). Tanpa wahyu dan ketulusan, nalar itu tidak lebih dari seonggok ego yang cendrung hedonis dan materialis dan  menjerumuskan manusia pada perilaku yang lebih sesat dari pada binatang (QS Al-Araf : 179). Mungkin krisis bangsa ini terus terjadi karena kita selalu segan, emoh, atau malu-malu mengakui Syariat Agama kita. Kita mengabaikan Al-Quran. Kita terjebak dalam kemunafikan massal. Kita terus menggali kesalahan yang sama. Kita terus mencari alternatif hukum berikut berbagai justifikasi nalar. Sementara itu, kebenaran petunjuk kita kesampingkan. Kita ingin benar, namun mengenyahkan kebenaran itu sendiri.   
    Dalam Islam, tindakan melarikan diri dari kebenaran dikenal dengan istilah berpaling. Maka melalui  surat Az-Zukhruf ayat : 36, Allah telah mengingatkan kita : Barang siapa yang berpaling dari Pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Quran), Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Apabila kita tak ingin syetan selalu menyertai kita, maka sudah saatnya kita kembali memanfaatkan Al-Quran sebagai pedoman/petunjuk jalan hidup kita, dengan terlebih dahulu mencermati ayat-ayat yang terkait langsung dengan perintah penegakan syariat yang berkaitan dengan agama kita sebagaimana ayat-ayat berikut ini :
* Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka      janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu (Q.S. Al-Hajj : 67).
* Kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Q.S.  Al- Jatsiyah : 18)
* ”Al-Quran ini adalah pedoman bagi seluruh manusia, petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang meyakini(Q.S. Al-Jatsiyah : 20).
* “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan -hukum) Al-Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ketempat kembali;.(Q.S Al-Qashash:85).
* ”Jika mereka berpaling (dari  yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa   sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka , disebabkan dosa-dosa mereka(Q.S Al-Maidah : 49).
     Musibah demi musibah yang melanda bangsa dan rakyat kita, baik musibah yang  secara alamiah maupun musibah yang  dari perbuatan manusia sendiri, nampaknya mengharuskan kita untuk merenungi dan mawas diri. Dimana letak kealpaan kita. Akui dengan jujur kesalahan kita, ketidaktahuan kita, kekeliruan kita, yakinkan bahwa diatas segalanya ada Allah swt Yang Maha Menguasai alam semesta raya ini. Apabila Dia mengatakan jadilah, maka jadilah ia.
    Pada saat penulis sedang merenungi masalah ini, tiba-tiba saja teringat akan kisah-kisah / contoh-contoh dari orang-orang terdahulu yang difirmankan Allah melalui ayat-ayat Nya yang termuat dalam surah Saba sebagai berikut :
- Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (Kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan disebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan) makanlah olehmu dari rezeki yang (Dianugerahkan) Tuhan-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhan-mu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun (Q.S. Saba : 15).
- Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit pohon sidr (Q.S. Saba: 16). (dari catatan kaki Kitab Al-Quran dan terjemahannya, pohon Atsl adalah sejenis pohon cemara dan pohon Sidr adalah pohon bidara).
    Apakah ayat-ayat tersebut memang dimaksudkan Allah untuk mengingatkan umat berikutnya agar menjalani hidup berpribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa  sesuai dengan apa yang diinginkan dan diridhoi-Nya, termasuk bangsa dan negara kita ? Semoga kita tergolong bangsa yang Dikehendaki-Nya untuk selalu mendapat Petunjuk dan Keampunan-Nya. Amien! 
    Syari’at dalam Al-Qur’an bertujuan mengarahkan perjalanan kehidupan manusia menuju kemaslahatan yang sesuai dengan syari’at, membangun kehidupan masyarakat berlandaskan dasar yang paling lurus serta cara yang paling sesuai, juga berorientasi pada sisi yang paling selamat dan paling benar baik di dunia maupun di akhirat kelak.
    Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa Al-Qur’an bukan hanya milik umat Islam saja, tetapi juga sebagai undang-undang kehidupan bagi seluruh umat manusia di alam ini. Sebagaimana kesaksian dari Goerge Sarton seorang ilmuwan dan sejarawan besar Amerika Serikat dalam karyanya berjudul: ‘The Incubation of Western Cultuer in the Middle East’ menyatakan bahwa: “Ajaran Al-Qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan, nilai-nilai religi, ilmu pengetahuan, aturan perundang-undangan, tata laksana kehidupan, bahasa, dan lain-lain. Intinya, tiada satu masalah kehidupan pun yang tidak tersolusikan dalam Al-Qur’an”, lanjutnya. Hal ini lantaran isinya yang bersifat kekal dan tetap, bernilai tinggi serta bersifat universal, karena Al-Qur’an adalah kalam wahyu ilahi yang akan tetap abadi hingga di hari akhir nanti.
     Al-Qur’an berada pada tingkatan tertinggi tidak hanya di kalangan orang mukmin dan pengikutnya saja. Ia tidak untuk mengharap berkah, atau sebagai bacaan bagi arwah jenazah, dan pada beberapa kesempatan yang berkaitan dengan ta’ziyah. Ia juga bukan hanya untuk bacaan sehari-hari untuk dihafal dan memberikan kesenangan semata. Tapi ia jauh lebih dari itu, ia berperan sebagai undang-undang beramal dan aplikasi, memperbaiki akidah serta ajaran mengenai akhlak dan tingkah laku. Oleh karenanya, Allah Swt mewajibkan hamba-Nya untuk mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an kemudian mengapli kasikan hukum-hukum dan ajaran yang terdapat di dalamnya secara menyeluruh, tidak hanya sebagian saja. Sebagaimana Allah Swt telah berfirman : “Kitaabun anzalnaahu ilaika mubaarakul li yaddabbaruu aayaatihii wa li yatazakkara ulul-albaab” (QS. Shad : 29) , yang artinya:   “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal pikiran”.  Wassalam...!!
    
                                                                    ==@==                          
 
 Oleh : Chairullah Idris
Email : Chairullah.idris@gmail.com