Rabu, 21 November 2012

AGAMA DAN MAKNA HIDUP


     

      

    Pada abad ke-7, agama Islam datang dengan Muhammad saw sebagai nabi dan penganjurnya. Islam meniupkan angin baru bagi dunia, yang antara lain ajarannya juga mengandung perbaikan terhadap masalah kehidupan duniawi. Islam mengatur bagaimana sebenarnya menyikapi kehidupan duniawi sebagaimana yang dikehendaki dan diridhoiNya.
    Agama Islam membina  kehidupan  manusia yang diawali dengan Tauhid; Dari tauhid tumbuh iman dan akidah yang kemudian membuahkan amal ibadah dan amal saleh. Akhirnya amal perbuatan yang dijiwai oleh iman, dan dipelihara terus-menerus menciptakan suatu sikap hidup muslim yang bernama takwa. Takwa merupakan buah dari iman yang sesungguhnya, iman dan takwa merupakan dwitunggal, satu kesatuan yang utuh. Seorang yang benar-benar beriman seharusnya benar-benar bertakwa. Takwa inilah yang akan membedakan derajat kemuliaan seseorang disisi Allah swt, sebagaimana termaktub dalam surat Al-Hujarat ayat:13 yang berbunyi sbb:    Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu dihadapan Allah adalah yang paling bertakwa diantara kamu....”.
    Orang-orang yang bertakwa, mempunyai kekuatan yang mampu menghadapi berbagai macam persoalan hidup, sanggup menghadapi saat-saat yang kritis, dapat mendobrak jalan-jalan buntu yang menghambat, dan bisa melihat sinar yang menerangi jalan ditengah-tengah kegelapan malam. Dengan kata lain, takwa membukakan jalan  keluar bagi dirinya dari setiap persoalan dan situasi kritis. Allah swt telah menjanjikan, “...Barang-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (QS.65:2),”... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan  menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (QS.65:4), dan jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..(QS.7:96).  
    Karena itu Allah swt menempatkan manusia takwa sebagai manusia paling mulia disisi dan dalam pandangan-Nya. Menjadi muttakin (orang yang bertakwa) merupakan tujuan kaum muslimin dalam kehidupan didunia. Manusia yang berhasil mencapai derajat takwa dan kemudian berusaha terus mempertahankannya, dipandang sebagai manusia sukses dalam melaksanakan agamanya. Ia laksana sebatang pohon yang baik, yang ditanam serta dipelihara, kemudian berbuah sehingga memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia dan lingkungannya.
    Sikap takwa lahir dari adanya kesadaran moral transendental. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memiliki kepekaan moral yang teramat tajam untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu perbuatan. Dia memiliki mata batin yang menembus jauh untuk melihat yang baik itu baik, dan yang buruk itu buruk. Dengan demikian tingkah lakunya sehari-hari selalu mencerminkan perilaku mulia dan selalu  berusaha menghindari hal-hal yang menjadikan Allah swt marah dan murka.
    Untuk dapat meraih semua itu, manusia telah dibekali oleh Allah nikmat yang amat berharga yaitu akal pikiran. Ia dapat menimbang dan memutuskan dengan baik segala amal perbuatannya. ”Apabila manusia tidak mempergunakan akal pikirannya, maka Allah akan menimpakan Kemurkaan kepada orang-orang tersebut”(QS.10 :100).
    Ilmu Tauhid, bertujuan untuk memantapkan keyakinan dan kepercayaan agama melalui akal pikiran, disamping kemantapan hati yang didasarkan pada wahyu. Wahyu menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya, serta mendidik manusia untuk hidup damai dan tenteram antar sesamanya. Wahyu membawa syariat yang mendorong manusia untuk melaksanakan kewajiban seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, kebaikan dan keikhlasan.     
    Oleh sebab itu dalam memahami dan mengamalkan agama, hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan akal pikiran serta peng-imanan dan peng-amalan wahyu Allah swt secara terpadu dan proporsional, saling terkait dan saling mendukung. Untuk itu dalam memahami makna hidup dan kehidupan sesuai dengan yang diajarkan Al-Quran, kiranya dapat kita simak melalui diagram berikut ini : 
      
  ALLAH
 
.











 

  Tujuan
 
   Tujuan
 
      (2)                                                     (1)







 

Langit Bumi
Alam Semesta
 
                                          (4a)
 MANUSIA
 
                                                     (4b)


 


                    TUGAS/KEWAJIBAN
                                     (3)


Tujuan Penciptaan Langit dan Bumi.
     Menurut ajaran Islam, dunia atau alam dunia adalah tempat tinggal sementara. Menurut keterangan hadis, dunia adalah tempat singgah bagi seorang musafir yang sedang dalam perjalanan. Sesuai dengan sifatnya sebagai tempat tinggal sementara atau tempat singgah seorang musafir, maka waktunya hanya sebentar jika dibandingkan dengan akhirat atau alam akhirat, yang merupakan tempat tujuan akhir kehidupan manusia yang kekal abadi. Sebagai lawan dari alam akhirat yang sifatnya ghaib atau metafisika, alam dunia berarti alam syahadah atau fisika. Dengan demikian pengertian dunia, mencakup langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada didalam dan diantara keduanya yang dapat kita saksikan.
    Lalu siapa sebenarnya pencipta alam semesta ini?. Dalam surat Al-Araf ayat 54 pertanyaan diatas telah terjawab secara gamblang sbb : “ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah Menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, ...”  Dan bagaimana proses kejadian langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada didalam dan diantara keduanya? Allah swt menerangkan dalam firman-Nya: ” Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya...; “(QS.21:30). Bila ditelaah lebih lanjut atas firman Allah tersebut, maka akan kita dapati bahwa langit dan bumi pada mulanya adalah satu gumpalan dan satu materi. Mengenai hakikat dan jenis materi itu menurut al-Bagdadi (ahli usul fikih) tidak diperinci oleh Al-Qur’an dan diserahkan kepada manusia untuk menelitinya. Namun dalam surat Fussilat ayat 11 disebutkan bahwa langit itu pada mulanya adalah asap.  Dengan demikian, ketika itu langit masih berupa asap dan merupakan gumpalan bersama bumi, kemudian Allah swt memisahkan bumi dari langit. Setelah Allah menyempurnakan  penciptaan langit dan seluruh benda langit, lalu Dia menghamparkan bumi, yakni membentangkan permukaannya. Kemudian diturunkan-Nya air sehingga bumi dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman dan menghasilkan buah-buahan (QS.16:65 dan QS.79:30-31).
     Lalu apa sebenarnya tujuan Allah Swt berkeinginan untuk menciptakan langit dan bumi ini ?. Melalui beberapa surat dan ayat-Nya Allah telah menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa : “Allah menciptakan langit dan bumi beserta apa yang ada diantara keduanya, dengan tujuan yang benar (QS.46:3), dan diperuntukkanNya bagi kepentingan umat manusia dimuka bumi (QS.2:29), guna mencapai kesempurnaan hidup (nikmat) lahir dan batin (QS.31:20), sebagai bagian dari Rezki yang telah dijanjikan-Nya (QS.2:22).

Tujuan Penciptaan Manusia
    Dalam Islam, manusia dan mahluk-mahluk lainnya adalah ciptaan Allah swt. Demikian pula terhadap langit dan bumi beserta segala apa yang terdapat didalamnya, Allah-lah yang menciptakannya. Sebagai mahluk ciptaan Allah, manusia berkewajiban untuk mengabdikan diri kepada-Nya sebagaimana firmanNya dalam surat Adz-Dzariat ayat 56 : “Dan Aku tidak Menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Hal ini berarti Allah-lah yang bertujuan dalam hal penciptaan jin dan manusia. Tujuan Allah ini, pada banyak kalangan sering diidentikkan sebagai tujuan hidup manusia. Tujuan Allah bersifat tunggal, sedangkan tujuan hidup manusia selain memenuhi kehendak Allah, juga mempunyai tujuan lain sesuai fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi.
    Penciptaan manusia adalah paling akhir dan merupakan implikasi dari pada penciptaan langit dan bumi (alam semesta). Oleh sebab itu Abbas Mahmud al-Aqqad mengatakan bahwa manusia menurut paparan Al-Quran dan hadis Nabi saw tersimpul dalam dua kalimat, yaitu manusia mahluk mukalaf yang diciptakan dalam gambaran Khalik. Dikatakan sebagai gambaran Khalik, menurut Al-Aqqad adalah manusia mempunyai tanggung jawab dan dijadikan Allah berkuasa diatas bumi ini. Manusia sebagai khalifah Allah swt diatas bumi harus membawakan misi-misi Allah swt yang diamanahkan kepadanya dan harus menunjukkan sifat-sifat yang sempurna yang akan dapat diteladani oleh yang lain.
 Oleh sebab itu, Al-Quran telah mendifinisikan tujuan penciptaan manusia melalui beberapa ayat / surat sebagai berikut: Allah telah menciptakan manusia tidak lain dengan tujuan agar Menyembah / Mengabdikan diri kepada-Nya (QS.51:56). Dan Allah hendak mengujinya melalui perintah dan larangan (QS.76:2), agar manusia bertakwa kepada-Nya (QS.2:21).

Tugas dan Kewajiban Manusia
     Manusia diciptakan Allah swt selain untuk mengabdikan diri kepada-Nya, juga dijadikan sebagai khalifah-Nya (QS.35:39). Sebagai khalifah, manusia mempunyai dua tugas dan kewajiban pokok yaitu :
- Mewujudkan kemakmuran hidup manusia (QS.11: 61).
- Mewujudkan kebahagiaan dan ketenteraman hidup manusia (QS.13: 28).
Untuk keperluan itu, Allah telah menempatkan manusia dimuka bumi dan telah disediakan sumber penghidupan baginya (QS.7:10), makaBekerjalah kamu, Allah beserta Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” (QS.9:105). Untuk itu Allah telah melimpahkan rahmat-Nya, Dia jadikan untuk kita malam dan siang, supaya kita beristirahat pada malam itu dan supaya kita mencari sebagian dari Karunia-Nya pada siang hari (QS.28:73).
         Kemudian lebih lanjut Allah mengingatkan manusia, bahwa tugas dan kewajiban tersebut hanya akan dapat dicapai / dilaksanakan dengan baik oleh manusia melalui perjuangan yang     sebenar-benarnya / sungguh-sungguh (QS.22:78), serta pengorbanan yang besar disegala bidang (QS.9 : 20-21).
       Jadi, Islam tidaklah pernah mengajarkan umat-Nya meninggalkan kehidupan dunia. Capailah kemajuan yang setinggi-tingginya didunia ini, ambillah dan bongkarlah segala kekayaan yang tersembunyi didalam bumi, tiada dilarang, tetapi hendaklah digunakan semua-nya itu untuk manfaat kemanusiaan bagi keseluruhan, jangan hanya untuk kesenangan suatu kelompok atau golongan saja dan diperoleh dengan cara-cara yang tidak diridhoi Allah. 
        Dalam kenyataan hidup sepanjang perjalanannya, tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya telah berubah menjadi tujuan hidup manusia. Masing-masing berlomba-lomba untuk mencapai kemakmuran dengan menghalalkan segala cara. Harta benda telah menjadi   keniscayaan, bukan lagi sekedar sebagai kebutuhan hidup.
        Jadi, tugas manusia untuk memakmurkan bumi ini, adalah sesuai dengan kehendak Allah dan  hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, semata-mata untuk  kebahagiaan manusia itu sendiri baik didunia maupun diakhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat ini menjadi tujuan umum dari syariat yang diturunkan Allah, bukan saja pada syariat Islam, tetapi juga syariat-syariat yang turun sebelum Islam. Dengan demikian  terlihat adanya keserasian dan saling keterkaitan antara tugas manusia dan tujuan syariat yang dikehendaki Allah swt secara umum.  Tujuan syariat, untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat dan bahwa kebahagiaan dunia harus membawa pada kebahagiaan di akhirat hanya dapat dicapai jika tugas manusia untuk melakukan kebajikan dan beramalsaleh untuk memakmurkan bumi ini dapat berjalan dengan baik.
        Oleh sebab itu Allah telah memperingatkan manusia supaya berhati-hati  agar jangan sampai terbawa hanyut  oleh kehidupan duniawi yang dapat menyesatkannya. Bila manusia salah menyikapi antara tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah, dengan tujuan hidupnya sendiri, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan rintangan yang bisa menghalangi  seseorang  untuk berbuat baik dan beribadah kepada Allah swt.  

Tujuan Hidup Manusia   
         Dalam kehidupan manusia modern, hampir seluruh energi terkuras untuk pemenuhan hasrat-hasrat kebutuhan, seperti harta benda, gaya hidup, konsumerisme, kekuasaan, seksualitas, dan lainnya. Pemenuhan hasrat kebutuhan tersebut sejalan dengan etika hedonisme; bahwa segala sesuatu yang membawa kenikmatan adalah baik. Norma dan moralitas masyarakat dilanda krisis, krisis moralitas dalam masyarakat modern dewasa ini membuat pusat gravitasi kehidupan manusia bergeser pada pemenuhan hasrat libido ekonomi. Ruang moralitas dan spiritualitas dalam jiwa tiap manusia mengalami kekosongan.  Karena, manusia  modern begitu sedikit meluangkan waktu untuk berefleksi tentang  tujuan dirinya diciptakan dalam kehidupan dan mengingat sang Pencipta. Sehingga memunculkan pertanyaan apakah benar manusia didunia ini mempunyai makna dan tujuan ? Ataukah sesungguhnya hidup ini terjadi secara kebetulan belaka, tanpa makna apapun, dan tanpa tujuan sama sekali ?
       Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa dunia adalah tempat tinggal sementara. Meskipun dunia hanya tempat tinggal sementara, Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak boleh melupakan/meninggalkan kehidupannya didunia. Dalam hal ini Allah Swt berfirman : “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan jangan-lah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi...(QS. 28 : 77).  Negeri akhirat, adalah perlambang dari surga (QS.16 :30-31). Untuk memperoleh surga, seseorang haruslah beriman dan bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa (QS.13:35). Takwa sendiri merupakan upaya memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya (QS.2:2/penjelasan). Segala Perintah dan Larangan Allah terhadap umatNya ada terdapat dalam Kitab suci Al-Quran. Untuk itu melalui surat An-Nahl ayat: 44 dan Al-Anbiya ayat:10, Allah telah memerintahkan umat manusia agar dapat memahami isi Al-Quran dengan cara mempelajari,memikirkan, serta menggali kandungan ayat-ayat Ilahi guna dijadikan pedoman dan petunjuk bagi siapa saja yang menghendaki  kemuliaan.
       Intinya, manusia diperintahkan Allah untuk beriman dan bertakwa sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan dunia, baik ia sebagai khalifah dimuka bumi maupun sebagai mahluk ciptaan-Nya. Jadi, tujuan hidup manusia sebenarnya adalah berupaya mewujudkan/merealisasi- kan  tujuan Allah swt dalam hal penciptaan manusia itu sendiri serta melaksanakan/menunaikan secara baik tugas dan kewajiban serta tanggung jawabnya sebagai khalifah, guna mencapai kebahagian hidup didunia maupun di akhirat sebagaimana doa yang selalu kita  panjatkan kehadirat-Nya: ”Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanataw wafil-aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaaban naari”.

Pertanggungan Jawab Manusia  
    Kemana manusia dan kehidupan setelah di dunia ?. Islam menjawab, bahwa  setelah kematian akan ada hari kiamat (Yaumu al-Qiyamah). Kehidupan tidaklah hanya ada di dunia saja, melainkan juga di akhirat, yang mau tidak mau pasti akan dilalui manusia. Alam akhirat termasuk masalah gaib yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera dan akal manusia, namun keberadaannya wajib diimani oleh setiap muslim. Keimanan padanya merupakan salah satu tanda orang yang takwa (QS.2 : 4) dan pengingkaran terhadapnya adalah kekufuran. Pada hari kiamat, manusia akan dibangkitkan lagi dari kuburnya (Yaumu al-bas). Roh-roh dikembalikan ke jasadnya masing-masing dan jasad tersebut berada dalam keadaan utuh, dan kemudian mereka dikumpulkan dipadang mahsyar untuk mempertanggung-jawabkan segala perbuatan yang dilakukan selama hidup di dunia.
     Adapun yang harus dipertanggung-jawabkan oleh manusia  saat  itu adalah :
1. Semua nikmat Allah swt yang telah diterima oleh manusia (QS. 102 : 8).
2. Semua aktivitas manusia selama hidupnya didunia ini (QS. 16 : 92-93).
3. Semua hal yang telah diada-adakan manusia seperti, Ide, Gagasan, Aliran, Paham dan  Ilmu (QS. 16 : 56).
4. Semua janji-janji dan ikrar-ikrar yang telah diadakan dan diucapkan manusia (QS. 17 : 34).
      Mengingat manusia semasa hidupnya telah dikaruniai Allah swt segala macam perlengkapan hidup, yang dapat menyebabkan ia menjadi mampu untuk melaksanakan tugas hidupnya dengan baik , yang terpokok jasmani, akal, nafsu, alam, ilmu dan agama, oleh sebab itu manusia kiranya pantas untuk dimintakan pertanggung-jawaban, dan dari itu akan ditentukan kemudian apakah manusia akan menjadi penghuni surga atau neraka.

Kesimpulan
     Dari uraian diatas, kiranya dapat ditarik kesimpulan akan hal-hal sebagai berikut :
1. Agama adalah merupakan tuntunan Allah Swt terhadap umat manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia, guna memperoleh kebaikan / keselamatan baik di dunia maupun di akhirat sesuai dengan kehendak dan ridho-Nya.        
2. Memahami hakikat hidup merupakan suatu hal yang sangat fundamental. Sedemikian pentingnya pemahaman terhadap hakikat hidup ini, sampai-sampai mungkin dapat dikatakan, janganlah kita hidup sebelum memahami apa sebenarnya hakikat hidup kita itu. Namun demikian, tidak sedikit muslim yang tidak memahami, bahkan kehilangan makna hidupnya yang hakiki. Ada yang terhanyut oleh pola hidup sekuler, ada pula yang acuh tak acuh menjalani hidupnya. Padahal Allah swt telah memberikan bekal dan potensi pada diri manusia, berupa daya pikir (akal) dan fitrah yang melekat pada manusia sejak dia diciptakan oleh Allah swt.
3. Manusia diciptakan Allah dari unsur bumi (tanah), dan setelah itu ditiupkan roh. Jadi jasad bersifat fisik, sedangkan roh bersifat non fisik (samawi). Roh bersifat idealis, sedang jasad bersifat realistis (pragmatis). Jadi manusia itu diciptakan dari perpaduan antara unsur idealis dan realistis. Tujuan penciptaan manusia (QS.51:56)-> Idealis; Tugas dan kewajiban manusia (QS.35:39/11:61)-> Realistis; Jadi tujuan hidup manusia adalah menyeimbangkan peran Idealis dan peran Realistisnya secara sempurna dan proporsional, sehingga dapat tercapai kebahagian Negeri akhiratnya (surga) melalui amal ibadah dan amal kebajikan selama menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini (QS. 28 : 77).
4. Nilai-nilai kehidupan yang baik di dunia yang dianugerahkan Allah sebelum kebaikan di akhirat adalah berupa:
   a. Perlidungan-Nya (QS. 2 : 257)
   b. Petunjuk-Nya (QS.64: 11 / 22: 54)
   c. Pertolongan-Nya (QS. 40 : 51)
   d. Penjagaan-Nya (QS.10:98 / 5: 11)
e. Janji Allah akan menjadikannya pemimpin dimuka bumi dan mengukuhkan Dien baginya (QS.24:55).
f. Datangnya barakah dari langit dan bumi (QS. 7: 96)
   g. Ketenangan batin (QS.3 :28 / 48: 4).
 
  Wassalam !!!
                                                                           ==@==


 Oleh: Chairullah Idris





































Selasa, 20 November 2012

MEMETIK PELAJARAN DARI AL-QUR'AN


       

    Segera setelah menerima penyerahan kota suci Jerusalem dari Patriarch Jerusalem Uskup Agung Sophronius, Khalifah Umar r.a dalam perjalanan pulang menuju  Madinah, singgah untuk mengimami shalat di Jabiah. Pada kesempatan itu Khalifah Umar r.a menyampaikan khotbahnya yang bersejarah. Sebagian dari khotbah tersebut antara lain sbb : Wahai kaum Muslimin, aku menasehatkan kepada engkau sekalian untuk membaca al-Quran. Upayakan untuk memahami dan merenungkan isinya. Reguklah isi ajaran al-Quran itu. Kemudian amalkan apa yang diajarkan al-Quran. Al-Quran bukan sekedar ajaran teoritis, ia harus menjadi sikap hidup yang wajib diamalkan. Al-Quran tidak membawakan pesan-pesan ukhrawi belaka; ia terutama ditujukan untuk menuntun engkau sekalian dalam kehidupan di dunia ini. Bangunlah kehidupanmu sesuai dengan ajaran Islam, karena itulah jalan hidup bagi keselama- tanmu. Bila mengikuti jalan yang lain engkau hanya akan mengundang kehancuran”.                    Peristiwa ini terjadi, lima tahun setelah wafatnya Nabi Saw, dan penyerahan kekuasaan tersebut dilalui tanpa adanya pertumpahan darah.
    Seperti disitir dalam isi khotbah tersebut, bahwasanya isi al-Quran merupakan suatu ajaran bagi umat manusia, karenanya tidaklah berlebihan bila kitab al-Quran merupakan juga kitab pelajaran, sebagaimana telah diingatkan Allah melalui firmanNya: Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran,     maka adakah orang yang mengambil pelajaran?(QS.Al- Qamar:17). Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran(QS. Az-Zumar: 9). Jadi, bagi orang-orang yang tidak menerima al-Quran sebagai pelajaran, merekalah orang-orang yang enggan menggunakan akal. Dan bagi orang-orang tersebut, Allah telah menjanjikan akan menimpakan kemurkaanNya (QS.Yunus:100).     
    Membaca, dengan bantuan nalar-akal, adalah jalan untuk memperoleh ilmu, dengan ilmu, menjadikan manusia arif dan bijaksana. Betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam pandangan al-Quran, mengingat sejak pertama kali diturunkan, telah mendorong manusia agar membaca dan menulis dengan menggunakan daya nalar dan alat panca inderanya (QS. Al-Alaq:1-5).
        Tanpa ilmu, al-Quran tidak dapat dipahami. Semakin dalam dan luas ilmu pengetahuan seseorang, semakin mudah baginya untuk memahami dan menangkap rahasia serta isyarat al-Quran. Sehingga tidaklah perlu umat Islam sampai terbius oleh doktrin-doktrin sekularisme, liberalisme dan isme-isme lainnya yang dipropagandakan dimana-mana oleh orang yang telah jauh dari al-Quran. 
    Umat Islam tempo dulu, pada zaman keemasannya, mereka menjadi obor kemanusiaan yang dipertuan oleh blok timur dan barat, sebab mereka menjadikan al-Quran sebagai satu-satunya sumber asasi dalam mengatur hidup dan perjuangan mereka. Sebaliknya ketika mereka tidak lagi berpedoman pada al-Quran, mereka menjadi lemah, mundur, statis, terpecah-belah dan akhirnya menjadi umat-umat yang merdeka tapi tidak berdaulat. Formalitas merdeka, namun dengan segala cara dibuat ketergantungan dalam segala aspek: politik, ekonomi, sosial, budaya, kepemimpinan, persenjataan, pertahanan  dan  keamanan.
    Akan hal ini, kembali kita teringat pada saat seorang perwira polisi militer Inggris yang menyatakan protes kepada Curzon (menlu Inggris saat itu) di gedung Parlemen, perihal pengakuan Inggris atas kemerdekaan Turki. Curzon menjawab: utama persoalannya adalah bahwa Turki telah dihancurkan dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan spiritual mereka, yaitu khilafah dan Islam.          
    Demikianlah yang terjadi, pada saat-saat Barat akan mengakhiri sistim penjajahan fisik atas bangsa-bangsa Timur (Muslim), sebelumnya mereka telah mempersiapkan  berbagai sistem agar tetap dapat menguasai belahan dunia tanpa adanya indikasi pelanggaran atas hak azazi manusia. Hal ini juga terkait erat dengan perkembangan kapitalisme yang mendasarkan teori evolusi dari Malthus dan Darwin, yang menyatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat itu perlu ada; perlu ada perang, sehingga perlu ada yang menjajah dan ada yang dijajah.
    Mengingat penjajahan secara fisik telah dimulai pada abad ke-16, sedangkan  teori Malthus dan Darwin tercipta pada awal abad ke-19, maka yang dimaksud dengan proses jajah-menjajah disini adalah upaya melalui sistem / konsep / teori-teori antara lain: sekularisme, kapitalisme, modernisme, hedonisme, materialisme, liberalisme, yang kesemuanya diciptakan dengan maksud untuk mengangkat taraf kehidupan bangsa-bangsa tersebut, agar dapat menyerap hasil produksi ( barang  dan  jasa ) yang di bangun Barat dalam rangka revolusi industri dan reneisance. Serta, agar tetap dapat menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia secara mudah dan murah.   
     Untuk itulah, ketika bangsa-bangsa Timur (Muslim) menjelang pengakuan kemerdekaannya seperti; Mesir, Turki, Irak, Iran, Yordania, Libanon, Pakistan, Aljazair, Syria, Maroko, Sudan termasuk Indonesia dan negara-negara lainnya, serta-merta para pemimpin bangsa/negara yang telah dipersiapkan sebelum kemerdekaannya, pada tahap awal segera mencanangkan program modernisasi dalam segala hal, dimana modern dalam perspektif mereka adalah penerapan sekularisasi dan pembaratan masyarakat Islam.  
    Akibatnya, kita tidak dapat membayangkan, ada orang di rumah sendiri, di negara sendiri, negara yang berdaulat, diultimatum untuk meninggalkan rumah dan negaranya beserta keluarga dalam waktu 2x24 jam. Apakah memang demikian perilaku pihak yang mengaku penegak demokrasi dan HAM ?         
    Mengapa semua ini bisa terjadi ? Inilah suatu pertanyaan besar dan sederhana, namun semua pihak di belahan dunia ini belum mampu untuk menjawabnya secara tepat, apalagi untuk berbuat dan bertindak. 
    Meskipun di benak masing-masing pihak dapat mereka-reka jawaban atas  pertanyaan tersebut diatas, namun apa daya, kita semua tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya dapat menyaksikan melalui layar televisi, pembantaian habis-habisan atas mahluk-mahluk Allah  yang tidak kita ketahui secara pasti apa dosa dan kesalahan mereka. Nampak jelas disini ketidak-berdayaan kita semua, sampai-sampai PBB-pun  tunduk patuh kepada negara agresor beserta sekutunya. Inilah tragedi kemanusiaan yang terbesar pada abad dua puluhan, dimana semakin majunya zaman dan semakin modernnya umat, namun semakin pula menunjukkan kesewenangan / kemunduran peradaban kemanusiaan. Hal ini tampak jelas dan sangat memprihatinkan kita, dimana saat ini justru telah terjadi pembelengguan alam fikiran disertai dengan penjajahan fisik yang berlangsung secara simultan.     
    Ada terbesit sedikit pertanyaan bagi kita kaum muslimin, khususnya para intelektual muslim dan para tokoh agama, adakah andil kita dalam membesarkan dan mendigjayakan kaum agresor tersebut, yang kemudian berbalik meluluh-lantakkan kita semua ?  Hanya nurani kita masing-masing lah yang dapat menjawabnya. Untuk itu, kini saat yang tepat bagi kita semua, kembali merenung dan koreksi diri, apakah kita sudah berada pada jalan yang dikehendaki dan diridhoi-Nya?
       Sebagaimana pada bagian akhir isi khotbah Khalifah Umar r.a, telah ditegaskan : Bangunlah kehidupanmu sesuai dengan ajaran Islam, karena itulah jalan hidup bagi keselamatanmu. Bila mengikuti jalan yang lain, engkau hanya akan mengundang   kehancuran’. Jalan dimaksud tentunya adalah jalan yang lurus, dan untuk menempuh jalan tersebut diperlukan peta / petunjuk yaitu al-Quran yang dapat dijadikan pedoman / landasan pijak dalam menyusun tata kehidupan / tata nilai hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jujur kita akui, bahwa al-Quran bukanlah buku yang menghimpun seluruh teori ilmu pengetahuan, bukan pula ensklopedia yang memuat seluruh jawaban ilmu yang dipersoalkan. Al-Quran hanya meletakkan prinsip dasar ilmu pengetahuan dan prediksi-prediksi yang mengandung motivasi eksplorasi ilmiah. Mengapa demikian ? Karena lebih dari itu al-Quran adalah merupakan Kitab Suci . Wassalaam  ! 


                        ==@==