Pada
abad ke-7, agama Islam datang dengan Muhammad saw sebagai nabi dan penganjurnya.
Islam meniupkan angin baru bagi dunia, yang antara lain ajarannya juga
mengandung perbaikan terhadap masalah kehidupan duniawi. Islam mengatur
bagaimana sebenarnya menyikapi kehidupan duniawi sebagaimana yang dikehendaki
dan diridhoiNya.
Agama Islam membina kehidupan manusia yang diawali dengan Tauhid; Dari tauhid tumbuh
iman dan akidah yang kemudian membuahkan amal ibadah dan amal saleh. Akhirnya
amal
perbuatan yang dijiwai oleh iman, dan dipelihara
terus-menerus menciptakan suatu sikap hidup muslim yang bernama takwa. Takwa merupakan buah dari iman yang sesungguhnya, iman dan takwa
merupakan dwitunggal, satu kesatuan yang utuh. Seorang yang benar-benar beriman
seharusnya benar-benar bertakwa. Takwa inilah yang akan
membedakan derajat kemuliaan seseorang disisi Allah swt, sebagaimana termaktub
dalam surat Al-Hujarat ayat:13 yang berbunyi sbb: “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu dihadapan Allah adalah yang
paling bertakwa diantara kamu....”.
Orang-orang yang bertakwa,
mempunyai kekuatan yang mampu menghadapi berbagai macam persoalan hidup,
sanggup
menghadapi saat-saat yang kritis, dapat mendobrak
jalan-jalan buntu yang menghambat, dan bisa melihat sinar yang menerangi jalan
ditengah-tengah kegelapan malam. Dengan kata lain,
takwa membukakan jalan keluar bagi dirinya dari
setiap persoalan dan situasi kritis. Allah swt telah
menjanjikan, “...Barang-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar” (QS.65:2),”... Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (QS.65:4), dan “jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..” (QS.7:96).
Karena itu Allah swt
menempatkan manusia takwa sebagai manusia paling mulia disisi dan dalam
pandangan-Nya. Menjadi muttakin (orang yang bertakwa) merupakan tujuan kaum
muslimin dalam kehidupan didunia. Manusia yang berhasil mencapai derajat takwa
dan kemudian berusaha terus mempertahankannya, dipandang sebagai manusia sukses
dalam melaksanakan agamanya. Ia laksana sebatang pohon yang baik, yang ditanam
serta dipelihara, kemudian berbuah sehingga memberi manfaat dan kenikmatan
kepada manusia dan lingkungannya.
Sikap takwa lahir dari adanya
kesadaran moral transendental. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang
memiliki kepekaan moral yang teramat tajam untuk mengerjakan atau tidak
mengerjakan sesuatu perbuatan. Dia memiliki mata batin yang menembus jauh untuk
melihat yang baik itu baik, dan yang buruk itu buruk. Dengan
demikian tingkah lakunya sehari-hari selalu mencerminkan
perilaku mulia dan selalu berusaha
menghindari hal-hal yang menjadikan Allah
swt marah dan murka.
Untuk dapat meraih semua itu,
manusia telah dibekali oleh Allah nikmat yang amat berharga yaitu akal pikiran.
Ia dapat menimbang dan memutuskan dengan baik segala amal perbuatannya. ”Apabila manusia tidak
mempergunakan akal pikirannya, maka Allah akan menimpakan Kemurkaan kepada
orang-orang tersebut”(QS.10 :100).
Ilmu Tauhid, bertujuan untuk memantapkan keyakinan dan kepercayaan agama melalui
akal pikiran, disamping kemantapan hati yang didasarkan pada wahyu. Wahyu
menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang
dibawanya, serta mendidik manusia untuk hidup damai dan tenteram antar
sesamanya. Wahyu membawa syariat yang mendorong manusia untuk melaksanakan
kewajiban seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, kebaikan dan keikhlasan.
Oleh sebab itu dalam
memahami dan mengamalkan agama, hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan akal
pikiran serta peng-imanan dan peng-amalan wahyu Allah swt secara terpadu dan proporsional, saling terkait
dan saling mendukung. Untuk itu dalam memahami makna hidup dan kehidupan sesuai
dengan yang diajarkan Al-Qur’an, kiranya dapat kita simak melalui
diagram berikut ini :
|
|
|
|
|
TUGAS/KEWAJIBAN
(3)
Tujuan Penciptaan Langit dan Bumi.
Menurut ajaran Islam, dunia atau alam dunia adalah tempat tinggal
sementara. Menurut keterangan hadis, dunia adalah tempat singgah bagi seorang
musafir yang sedang dalam perjalanan. Sesuai dengan sifatnya sebagai tempat
tinggal sementara atau tempat singgah seorang musafir, maka waktunya hanya
sebentar jika dibandingkan dengan akhirat atau alam akhirat, yang merupakan
tempat tujuan akhir kehidupan manusia yang kekal abadi. Sebagai lawan dari alam
akhirat yang sifatnya ghaib atau metafisika, alam dunia berarti alam syahadah
atau fisika. Dengan demikian pengertian dunia, mencakup langit dan bumi serta
segala sesuatu yang ada didalam dan diantara keduanya yang dapat kita saksikan.
Lalu siapa sebenarnya pencipta
alam semesta ini?. Dalam surat Al-A’raf ayat 54 pertanyaan
diatas telah terjawab secara gamblang sbb : “ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah
yang telah Menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, ...” Dan bagaimana
proses kejadian langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada didalam dan
diantara keduanya? Allah swt menerangkan dalam firman-Nya: ” Dan apakah orang-orang
yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya...; “(QS.21:30). Bila
ditelaah lebih lanjut atas firman Allah tersebut, maka akan kita dapati bahwa
langit dan bumi pada mulanya adalah satu gumpalan dan satu materi. Mengenai
hakikat dan jenis materi itu menurut al-Bagdadi (ahli usul fikih) tidak
diperinci oleh Al-Qur’an dan diserahkan kepada
manusia untuk menelitinya. Namun dalam surat Fussilat ayat 11 disebutkan bahwa
langit itu pada mulanya adalah asap.
Dengan demikian, ketika itu langit masih berupa asap dan merupakan
gumpalan bersama bumi, kemudian Allah swt memisahkan bumi dari langit. Setelah
Allah menyempurnakan
penciptaan
langit dan seluruh benda langit, lalu Dia menghamparkan bumi, yakni
membentangkan permukaannya. Kemudian diturunkan-Nya air sehingga bumi dapat
menumbuhkan berbagai jenis tanaman dan menghasilkan
buah-buahan
(QS.16:65 dan QS.79:30-31).
Lalu
apa sebenarnya tujuan Allah Swt berkeinginan untuk menciptakan langit dan bumi
ini ?. Melalui beberapa surat dan ayat-Nya Allah telah menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa : “Allah
menciptakan langit dan bumi beserta apa yang ada diantara keduanya, dengan
tujuan yang benar (QS.46:3), dan
diperuntukkanNya bagi kepentingan umat manusia dimuka bumi (QS.2:29), guna mencapai kesempurnaan hidup (nikmat) lahir dan batin (QS.31:20),
sebagai bagian dari Rezki yang telah dijanjikan-Nya (QS.2:22)”.
Tujuan Penciptaan Manusia
Dalam Islam, manusia dan mahluk-mahluk lainnya adalah ciptaan Allah swt. Demikian
pula terhadap langit dan bumi beserta segala apa yang terdapat didalamnya,
Allah-lah yang menciptakannya. Sebagai mahluk ciptaan Allah, manusia
berkewajiban untuk mengabdikan diri kepada-Nya sebagaimana firmanNya dalam
surat Adz-Dzariat ayat 56 : “Dan Aku tidak Menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku”. Hal ini berarti
Allah-lah yang bertujuan dalam hal penciptaan jin dan manusia. Tujuan Allah
ini, pada banyak kalangan sering diidentikkan sebagai tujuan hidup manusia. Tujuan Allah bersifat
tunggal, sedangkan tujuan hidup manusia selain memenuhi kehendak Allah, juga
mempunyai tujuan lain sesuai fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi.
Penciptaan manusia adalah paling
akhir dan merupakan implikasi dari pada penciptaan langit dan bumi (alam
semesta). Oleh sebab itu Abbas Mahmud al-Aqqad mengatakan bahwa manusia menurut
paparan Al-Qur’an dan hadis Nabi saw tersimpul dalam dua kalimat, yaitu manusia mahluk
mukalaf yang diciptakan dalam gambaran Khalik. Dikatakan sebagai gambaran
Khalik, menurut Al-Aqqad adalah manusia mempunyai tanggung jawab dan dijadikan
Allah berkuasa diatas bumi ini. Manusia sebagai khalifah Allah swt diatas bumi
harus membawakan misi-misi Allah swt yang diamanahkan kepadanya dan harus
menunjukkan sifat-sifat yang sempurna yang akan dapat diteladani oleh yang
lain.
Oleh sebab itu,
Al-Qur’an telah mendifinisikan tujuan penciptaan manusia melalui beberapa ayat
/ surat sebagai berikut: “Allah telah menciptakan manusia tidak lain dengan tujuan agar Menyembah
/ Mengabdikan diri kepada-Nya (QS.51:56). Dan
Allah hendak mengujinya melalui perintah dan larangan (QS.76:2), agar
manusia bertakwa kepada-Nya “(QS.2:21).
Tugas dan Kewajiban Manusia
Manusia
diciptakan Allah swt selain untuk mengabdikan diri kepada-Nya, juga
dijadikan sebagai khalifah-Nya (QS.35:39). Sebagai khalifah, manusia
mempunyai dua tugas dan kewajiban pokok yaitu :
- Mewujudkan
kemakmuran hidup manusia (QS.11: 61).
- Mewujudkan kebahagiaan
dan ketenteraman hidup manusia (QS.13: 28).
Untuk keperluan itu, Allah telah menempatkan manusia dimuka bumi dan
telah disediakan sumber penghidupan baginya (QS.7:10),
maka“Bekerjalah kamu, Allah beserta Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu” (QS.9:105). Untuk itu Allah
telah melimpahkan rahmat-Nya, Dia jadikan untuk kita malam dan siang, supaya
kita beristirahat pada malam itu dan supaya kita mencari sebagian dari
Karunia-Nya pada siang hari (QS.28:73).
Kemudian lebih lanjut
Allah mengingatkan manusia, bahwa tugas dan kewajiban tersebut hanya akan
dapat dicapai / dilaksanakan dengan baik oleh manusia melalui perjuangan
yang sebenar-benarnya /
sungguh-sungguh (QS.22:78), serta pengorbanan yang besar disegala bidang
(QS.9 : 20-21).
Jadi, Islam tidaklah
pernah mengajarkan umat-Nya meninggalkan kehidupan dunia. Capailah kemajuan
yang setinggi-tingginya didunia ini, ambillah dan bongkarlah segala kekayaan
yang tersembunyi didalam bumi, tiada dilarang, tetapi hendaklah digunakan
semua-nya itu untuk manfaat kemanusiaan bagi keseluruhan, jangan hanya untuk
kesenangan suatu kelompok atau golongan saja dan diperoleh dengan cara-cara
yang tidak diridhoi Allah.
Dalam kenyataan hidup
sepanjang perjalanannya, tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya
telah berubah menjadi tujuan hidup manusia. Masing-masing berlomba-lomba untuk
mencapai kemakmuran dengan menghalalkan segala cara. Harta benda telah menjadi keniscayaan, bukan lagi sekedar sebagai
kebutuhan hidup.
Jadi, tugas manusia untuk
memakmurkan bumi ini, adalah sesuai dengan kehendak Allah dan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya,
semata-mata untuk kebahagiaan manusia
itu sendiri baik didunia maupun diakhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat ini
menjadi tujuan umum dari syariat yang diturunkan Allah, bukan saja pada syariat
Islam, tetapi juga syariat-syariat yang turun sebelum Islam. Dengan
demikian terlihat adanya keserasian dan
saling keterkaitan antara tugas manusia dan tujuan syariat yang dikehendaki
Allah swt secara umum. Tujuan syariat,
untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat dan bahwa kebahagiaan dunia
harus membawa pada kebahagiaan di akhirat hanya dapat dicapai jika tugas manusia
untuk melakukan kebajikan dan beramalsaleh untuk memakmurkan bumi ini dapat
berjalan dengan baik.
Oleh sebab itu Allah telah
memperingatkan manusia supaya berhati-hati
agar jangan sampai terbawa hanyut
oleh kehidupan duniawi yang dapat menyesatkannya. Bila manusia salah
menyikapi antara tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah, dengan tujuan
hidupnya sendiri, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan rintangan yang bisa
menghalangi seseorang untuk berbuat baik dan beribadah kepada Allah
swt.
Tujuan Hidup Manusia
Dalam kehidupan manusia
modern, hampir seluruh energi terkuras untuk pemenuhan hasrat-hasrat
kebutuhan, seperti harta benda, gaya hidup, konsumerisme, kekuasaan,
seksualitas, dan lainnya. Pemenuhan hasrat kebutuhan tersebut sejalan dengan
etika hedonisme; bahwa segala sesuatu yang membawa kenikmatan adalah baik.
Norma dan moralitas masyarakat dilanda krisis, krisis moralitas dalam
masyarakat modern dewasa ini membuat pusat gravitasi kehidupan manusia bergeser
pada pemenuhan hasrat libido ekonomi. Ruang moralitas dan spiritualitas dalam
jiwa tiap manusia mengalami kekosongan. Karena, manusia modern begitu sedikit meluangkan waktu untuk
berefleksi tentang tujuan dirinya
diciptakan dalam kehidupan dan mengingat sang Pencipta. Sehingga memunculkan
pertanyaan apakah benar manusia didunia ini mempunyai makna dan tujuan ?
Ataukah sesungguhnya hidup ini terjadi secara kebetulan belaka, tanpa makna
apapun, dan tanpa tujuan sama sekali ?
Sebagaimana telah
disebutkan diatas, bahwa dunia adalah tempat tinggal sementara. Meskipun dunia
hanya tempat tinggal sementara, Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak
boleh melupakan/meninggalkan kehidupannya didunia. Dalam hal ini Allah Swt
berfirman : “
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian)
negeri akhirat, dan jangan-lah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi...”(QS. 28 : 77). Negeri akhirat, adalah perlambang dari
surga (QS.16 :30-31). Untuk memperoleh surga, seseorang haruslah beriman dan
bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa (QS.13:35). Takwa sendiri merupakan
upaya memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintahNya, dan menjauhi segala
laranganNya (QS.2:2/penjelasan). Segala Perintah dan Larangan Allah terhadap
umatNya ada terdapat dalam Kitab suci Al-Qur’an.
Untuk itu melalui surat An-Nahl ayat: 44 dan Al-Anbiya ayat:10, Allah telah
memerintahkan umat manusia agar dapat memahami isi Al-Qur’an dengan cara mempelajari,memikirkan, serta menggali kandungan
ayat-ayat Ilahi guna dijadikan pedoman dan petunjuk bagi siapa saja yang
menghendaki kemuliaan.
Intinya, manusia
diperintahkan Allah untuk beriman dan bertakwa sebagai bekal dalam mengarungi
kehidupan dunia, baik ia sebagai khalifah dimuka bumi maupun sebagai mahluk
ciptaan-Nya. Jadi, tujuan hidup manusia sebenarnya adalah berupaya mewujudkan/merealisasi- kan tujuan Allah swt dalam
hal penciptaan manusia itu sendiri serta melaksanakan/menunaikan secara baik
tugas dan kewajiban serta tanggung jawabnya sebagai khalifah, guna mencapai
kebahagian hidup didunia maupun di akhirat sebagaimana do’a yang selalu kita panjatkan kehadirat-Nya: ”Rabbanaa aatinaa fid
dunyaa hasanataw wafil-aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaaban naari”.
Pertanggungan Jawab Manusia
Kemana
manusia dan kehidupan setelah di dunia ?. Islam menjawab, bahwa setelah kematian akan ada hari kiamat (Yaumu
al-Qiyamah). Kehidupan tidaklah hanya ada di dunia saja, melainkan juga di
akhirat, yang mau tidak mau pasti akan dilalui manusia. Alam akhirat termasuk
masalah gaib yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera dan akal manusia,
namun keberadaannya wajib diimani oleh setiap muslim. Keimanan padanya
merupakan salah satu tanda orang yang takwa (QS.2 : 4) dan pengingkaran terhadapnya adalah kekufuran. Pada hari
kiamat, manusia akan dibangkitkan lagi dari kuburnya (Yaumu al-ba’s). Roh-roh dikembalikan ke jasadnya masing-masing dan jasad tersebut
berada dalam keadaan utuh, dan kemudian mereka dikumpulkan dipadang mahsyar
untuk mempertanggung-jawabkan segala perbuatan yang dilakukan selama hidup di
dunia.
Adapun yang harus
dipertanggung-jawabkan oleh manusia
saat itu adalah :
1.
Semua nikmat Allah swt yang telah diterima oleh manusia (QS.
102 : 8).
2. Semua aktivitas
manusia selama hidupnya didunia ini (QS. 16 : 92-93).
3. Semua hal yang telah
diada-adakan manusia seperti, Ide, Gagasan, Aliran, Paham dan Ilmu (QS. 16 : 56).
4. Semua janji-janji dan
ikrar-ikrar yang telah diadakan dan diucapkan manusia (QS. 17 : 34).
Mengingat manusia semasa
hidupnya telah dikaruniai Allah swt segala macam perlengkapan hidup, yang
dapat menyebabkan ia menjadi mampu untuk melaksanakan tugas hidupnya dengan
baik , yang terpokok jasmani, akal, nafsu, alam, ilmu dan agama, oleh sebab itu
manusia kiranya pantas untuk dimintakan pertanggung-jawaban, dan dari itu akan
ditentukan kemudian apakah manusia akan menjadi penghuni surga atau neraka.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, kiranya
dapat ditarik kesimpulan akan hal-hal sebagai berikut :
1. Agama adalah
merupakan tuntunan Allah Swt terhadap umat manusia dalam mengarungi kehidupan
di dunia, guna memperoleh kebaikan / keselamatan baik di dunia maupun di akhirat
sesuai dengan kehendak dan ridho-Nya.
2. Memahami hakikat
hidup merupakan suatu hal yang sangat fundamental. Sedemikian pentingnya
pemahaman terhadap hakikat hidup ini, sampai-sampai mungkin dapat dikatakan, ”janganlah kita hidup sebelum memahami apa sebenarnya hakikat hidup kita
itu”. Namun demikian, tidak sedikit muslim yang tidak memahami, bahkan
kehilangan makna hidupnya yang hakiki. Ada yang terhanyut oleh pola hidup
sekuler, ada pula yang acuh tak acuh menjalani hidupnya. Padahal Allah swt
telah memberikan bekal dan potensi pada diri manusia, berupa daya pikir (akal)
dan fitrah yang melekat pada manusia sejak dia diciptakan oleh Allah swt.
3. Manusia diciptakan
Allah dari unsur bumi (tanah), dan setelah itu ditiupkan roh. Jadi jasad bersifat
fisik, sedangkan roh bersifat non fisik (samawi). Roh bersifat idealis, sedang
jasad bersifat realistis (pragmatis). Jadi manusia itu diciptakan dari
perpaduan antara unsur idealis dan realistis. Tujuan penciptaan manusia
(QS.51:56)-> Idealis; Tugas dan kewajiban manusia (QS.35:39/11:61)->
Realistis; Jadi tujuan hidup manusia adalah menyeimbangkan peran Idealis dan
peran Realistisnya secara sempurna dan proporsional, sehingga dapat tercapai
kebahagian Negeri akhiratnya (surga) melalui amal ibadah dan amal kebajikan
selama menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini (QS. 28 : 77).
4. Nilai-nilai kehidupan
yang baik di dunia yang dianugerahkan Allah sebelum kebaikan di
akhirat adalah berupa:
a. Perlidungan-Nya (QS. 2 :
257)
b. Petunjuk-Nya (QS.64: 11 /
22: 54)
c. Pertolongan-Nya (QS. 40 : 51)
d. Penjagaan-Nya
(QS.10:98 / 5: 11)
e. Janji Allah akan menjadikannya pemimpin dimuka bumi dan mengukuhkan Dien baginya (QS.24:55).
f. Datangnya barakah dari langit dan bumi (QS. 7: 96)
g. Ketenangan
batin (QS.3 :28 / 48: 4).
Wassalam !!!
==@==
Oleh: Chairullah Idris